

Sabtu malam, 31 Desember 2022, Suasana di Ponpes At-Ta’awun meriah. Santri, para ustadz, alumni, dan seluruh keluarga besar Ponpes At-Ta’awun menyambut malam tahun baru Syamsiah (Masehi) dengan melaksanakan kegiatan Istighosah, pembacaan rawi maaulid, sholawatan, sholat sunnah berjemaah, membaca doa akhir tahun bersama, dan dilanjut dengan makan bersama ala santri. Nantinya menjelang subuh akan dilanjut dengan sholat tahajjud berjemaah dan membaca doa awal tahun bersama yang dipimpin oleh pengasuh.
Kegiatan rutin santri sementara diliburkan agar kegiatan bisa tertib dan teratur. At-Ta’awun ingin menyampaikan kepada seluruh masyarakat pesantren bahwa intisari dari merayakan sesuatu adalah dengan kegiatan yang produktif dalam urusan duniawi, dan ukhrawi. Bergembira bersama-sama, mempererat ukhuwah, tetapi tetap khusyuk dalam berdzikir dan bersholawat.
Bagi At-Ta’awun perhitungan kalender Syamsiah adalah bagian dari ilmu Allah yang tidak boleh di monopoli oleh sebagian pihak. Setiap ummat boleh mengklaim ilmu Allah termasuk juga orang islam. Oleh sebab itu ummat Islam mennggunakan dua jenis kalender, yaitu Kalender Qomariah (Lunar System calender) atau biasa disebut Hijriah, dan Kalender Syamsiah (Solar System Calender) atau biasa disebut Masehi.
Pengasuh, Drs. K.H Muhammad Mansur, SH dalam tausiyahnya menyampaikan bahwa Allah menyebutkan peredaran Bulan dan Matahari bukan tanpa sebab. Menggantikan siang dan malam secara bergiliran bukan tanpa tujuan. Salah satunya adalah untuk menjadi pertanda atas kekuasannya.
فَالِقُ ٱلْإِصْبَاحِ وَجَعَلَ ٱلَّيْلَ سَكَنًا وَٱلشَّمْسَ وَٱلْقَمَرَ حُسْبَانًا ۚ ذَٰلِكَ تَقْدِيرُ ٱلْعَزِيزِ ٱلْعَلِيمِ
Dia menyingsingkan pagi dan menjadikan malam untuk beristirahat, dan (menjadikan) matahari dan bulan untuk perhitungan. Itulah ketentuan Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui. (QS. Al-An’am, 6: 96).
“Tidak ada alasan bagi kita untuk menafikkan Ilmu Allah SWT. Maka pandai-pandailah kita untuk menjadi orang yang bersyukur” Dawuh beliau mengakhiri.
Pendapat Terdahulu
Beliau menyampaikan hal ini didasarkan dari penelitian-penilitian ulama terdahulu bahwa Al Qur’an berisi perhitungan waktu Syamsiah dan Qomariah.
Al Hafidz Ibnu Katsir, beserta mayoritas ulama menyepakati pengggunaan 2 (dua) jenis perhitungan waktu yang demikian, salah satunya adalah saat menjelaskan tafsir ayat al-Qur’an pada surat al-Kahfi ayat 25.
وَلَبِثُوا فِي كَهْفِهِمْ ثَلاثَ مِائَةٍ سِنِينَ وَازْدَادُوا تِسْعًا
Dan mereka tinggal dalam gua selama 300 tahun dan ditambah 9 tahun. (QS. Al-Kahfi, 18: 25).
Para Mufassir menjelaskan bahwa Al Qur’an menceritakan Ashabul Kahfi (The Seven sleepers) tinggal dalam gua dengan menggunakan kalimat 300 tahun dan ditambah 9 tahun.
Kepentingan dalam penggunaan kalimat 300 dan 9 tahun ini bukan hanya untuk sastra belaka, melainkan sebuah penanda dari Allah melalui Rasulullah SAW mengenai perbedaan antara hitungan tahun Syamsiah dan hitungan tahun Qomariah.
Imam Qurtubi, menjelasakan bahwa secara bahasa, lafadz 300 tahun dan 9 tahun diturunkan untuk memudahkan pemaknaan bagi ummat Rasulullah. 300 tahun untuk ummat secara global yang menggunakan kalender Syamsiah, dan penambahan 9 tahun sebagai pemaknaan bagi ummat Islam yang di Arab dahulu terbiasa dengan kalender Qomariah .
Menariknya, dalam perhitungan matematis hal ini terdapat kesesuaian. Setiap 100 tahun Syamsiah pasti kelebihan 3 Tahun Qomariah (103 tahun), yang artinya dalam 300 tahun Syamsiah berarti 309 tahun Qomariah. Itulah Al-Qur’an !
Baca Juga : ZIARAH WALI 5
Maka dari itu, merayakan tahun baru dalam bentuk tasyakuran, istighosah, sholawatan, dan makan bersama adalah ajakan bagi masyarakat agar berhenti memperdebatkan sesuatu yang sebenarnya lebih penting untuk diambil sebagai pelajaran.
Urusan Ubudiyah ummat Islam memang akan selalu menggunakan kalender Qomariah, Baik itu Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha, ataupun yang lain. Tetapi menggunakan kalender Syamsiah juga penting karena adalah bentuk adaptasi Global sekaligus mengamalkan ilmu Allah SWT.
Wallahua’lam. (ADM)
Kunjungi Instagram Ponpes At-Ta’awun